Jumat, 12 November 2010

PENGGUNAAN PROGRAM NERBANTUAN KOMPUTER(PBK) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENGGUNAAN PROGRAM NERBANTUAN KOMPUTER(PBK) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA



Pembelajaran berbantuan komputer sering disebut sebagai Computer Assisted Instructional (CAI). Banyak ahli yang telah mendefinisikan mengenai CAI ini. Sebagaimana Azhar Arsyad (2003: 35) mengemukakan bahwa Computer Assisted Instructional (CAI) merupakan suatu sistem penyampaian materi yang berbasis mikroprosesor yang pelajarannya dirancang dan diprogram ke dalam sistem tersebut. Menurut Hick dan Hyde (Ismaniati, 2001: 22), dikemukakan bahwa pembelajaran berbantuan komputer adalah a teaching process directly involving a computer in the presentation of instructional materials in an interactive mode to provide and control the individualized learning environment for each individual student. Kaput dan Thompson (Dewi Padmo, 2004: 271) mengemukakan bahwa computer assisted instructional merupakan bentuk pembelajaran yang menempatkan komputer dalam peran guru.

Winkel (1996: 288-289) mengemukakan bahwa penggunaan komputer dalam pembelajaran di dalam kelas dapat berperan sebagai guru/dosen, karena materi pelajaran telah diprogramkan dan terdapat dalam ingatan komputer (memory). Siswa tidak lagi berinteraksi dengan seorang manusia yang menjadi guru, melainkan berinteraksi dengan komputer yang berperan sebagai guru dan memberikan tanggapan terhadap jawaban atau gagasan dari siswa (Computer Assisted Instructional), sejumlah siswa dapat mempelajari materi yang sama pada waktu yang sama pula, masing-masing siswa menangani suatu terminal yang dihubungkan dengan komputer pusat. CAI terdapat berbagai keperluan pembelajaran khusus antara lain drill dan practice, tutorial, permainan, simulasi, discovery/inquiry, dan pemecahan masalah. Masing-masing mempunyai aturan yang berbeda-beda dalam pengoperasiannya.

Untuk mengoperasikan komputer digunakan suatu program. Menurut Syams (2008) program adalah suatu kumpulan perintah untuk komputer agar dapat dijalankan. Program seringkali disebut juga dengan software. Sebuah software instruksional, didalamnya terkandung dua aspek utama, yaitu materi subjek dan aspek pedagogi yang dibawanya menurut tuntutan keterampilan dari materi yang disajikan. Secara teknis implementasinya dalam pembelajaran sesuai dengan teori belajar. Dasar pengembangan program instruksional dengan dua dasar konsep yang melandasi pengembangannya yaitu materi dan aspek pedagogik. Pengembangan program pembelajaran, selain didasarkan pada dua aspek materi dan aspek pedagogik sebagaimana dikemukakan, juga menuntut aspek pengembangan yang lain, terutama dari segi psikologi interaktif dan teknologi pengembangan software. CAI dapat diterapkan melalui pengembangan software pembelajaran. Dari sisi teknologi, pengembangan software juga menuntut dilibatkannya bahasa pemrograman tertentu, yang masing-masing bahasa mempunyai ketentuan sendiri dalam penggunaanya.

Selain itu kemajuan media komputer memberikan beberapa kelebihan untuk kegiatan produksi audio visual. Pada tahun-tahun belakangan komputer mendapat perhatian besar karena kemampuannya yang dapat digunakan dalam bidang kegiatan pembelajaran. Di balik kehandalan komputer sebagai media pembelajaran terdapat beberapa persoalan yang sebaiknya menjadi bahan pertimbangan awal bagi pengelola pengajaran berbasis bantuan komputer, yaitu:
  • Perangkat keras dan lunak yang mahal dan cepat ketinggalan jaman.
  • Teknologi yang cepat berubah, sangat memungkinkan perangkat yang dibeli saat ini beberapa tahun kemudian akan ketinggalan zaman pembuatan program yang rumit serta dalam pengoperasian awal perlu pendamping guna menjelaskan penggunaannya.

    Komputer sebagai sarana interaktif merupakan salah satu bentuk pembelajaran terprogram (Programmed Instrduction), yang dilandasi hukum akibat (Law of Effect). Dalam hukum akibat asumsi utama yang diyakini ialah: tingkah laku yang diikuti dengan rasa senang besar kemungkinannya untuk dilakukan atau diulang dibandingkan tingkah laku yang tidak disenangi (harto Pramono, 1996). Berdasarkan Hukum Akibat ini muncullah teori S-R (yang meliputi (Stimulus, Response dan Reinformance). Pembelajaran ini dilakukan dengan cara siswa diberi pertanyaan sebagai stimulus, kemudian ia memberikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan. Selanjutnya oleh komputer, respons siswa ditanggapi dan jika jawabannya benar komputer memberikan penguatan. Jika salah, komputer memberikan pertanyaan lain yang memuat dorongan untuk memperbaiki jawaban siswa, hal ini sangat mungkin bisa dilakukan dengan menggunakan komputer dalam hal ini komputer berfungsi sebagai tutor.

    Sebagai tutor, komputer digunakan antara lain untuk menampilkan, menjelaskan konsep dan ide. Dalam hal ini siswa berinteraksi dengan komputer yang prosesnya sebagai berikut:
  • Komputer menampilkan suatu informasi.
  • Siswa menjawab pertanyaan atau masalah yang sesuai dengan infromasi yang diberikan.
  • Kemudian komputer mengevaluasi jawaban siswa.
  • Akhirnya komputer menentukan apakah yang harus diperbuat siswa selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi pada jawaban siswa tersebut.

    Balikan yang berupa penguat merupakan salah satu bentuk motivasi bagi siswa. Motivasi ini perlu sekali, tanpa balikan siswa tidak tahu kebenaran dari jawaban mereka, tidak tahu seberapa jauh keberhasilan mereka








  • MEDIA/ALAT BANTU DALAM PEMBELAJARAN

    MEDIA/ALAT BANTU DALAM PEMBELAJARAN


    Bahan pengajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Metodologi pengajaran adalah metode dan teknik yang digunakan dalam melakukan interaksinya dengan siswa agar bahan pengajaran sampai kepada siswa, sehingga siswa menguasai tujuan pengajaran.

    Dalam praktik pembelajaran sebenarnya tidak ada pola yang kaku antar komponen pembelajaran. Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman dale). Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh bruner. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin di atas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Perlu dicatat bahwa urut – urutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi mengajar belajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi mempertimbangkan situasi belajarnya.

    Dasar pengembangan kerucut di atas bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan, jumlah jenis indera yang turut serta selama penerimaan isi pengajaran atau pesan. Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan Learning by doing karena memberi dampak langsung terhadap pemerolehan dan pertumbuhan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa.








    PENDEKATAN KONTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

    PENDEKATAN KONTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA


    Von Glasersfel dalam Sutinah (2006) menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dan gambaran dari kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.

    Puit dan Confrey dalam Sutinah (2006) merangkum beberapa prinsip penting teori konstruktivis sebagai arah pembaruan kurikulum pendidikan sains dan matematika, yakni:

  • pendekatan yang menekankan penggunaan matematika dan sains dalam situasi yang sesuai dengan minat siswa;
  • matematika pengetahuan, artinya bukan hanya menekankan isi matematika dan sains, tetapi juga konteks dan prinsip-prinsipnya. Dalam hal ini sangat penting bagi guru, mengerti bagaimana latar belakang penemuan-penemuan dalam bidang matematika dan sains;
  • penekanan lebih pada konstruksi, interpretasi, koordinasi, dan juga multiple idea;
  • menekankan agar siswa aktif; dan
  • penting diperhatikan adalah adanya perspektif alternatif dalam kelas.







  • PEMBELAJARAN MATEMATIKA

    PEMBELAJARAN MATEMATIKA



    Belajar adalah kegiatan para siswa, baik dengan bimbingan guru atau dengan usaha sendiri. Pendidik berusaha membantu agar siswa belajar lebih terarah, cepat, lancar, dan berhasil baik. Atau istilah lain dengan membelajarkan siswa. Pembelajaran agar berhasil perlu dilaksanakan sistematis, secara bulat dengan mempertimbangkan segala aspek.

    Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno, 2004: 1). Agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisasi semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suhito, 2000: 12).

    Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas, 2003: 1). Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajaran.

    Dalam pembelajaran matematika, salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis masalah (problem solving) karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Sedangkan penggunaan media dalam pembelajaran matematika sangat menunjang, karena dengan menggunakan media pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.








    PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA



    Pemahaman konsep (Concept Understanding – biasanya disingkat dengan CU) merupakan salah satu aspek dari tiga aspek penilaian matematika. Penilaian pada aspek pemahanan konsep ini bertujuan mengetahui sejauh mana siswa mampu menerima dan memahami konsep dasar matematika yang telah diterima siswa (Sa’dijah, 2006).

    Ada beberapa ciri khusus yang membedakan antara soal pemahaman konsep dengan soal untuk aspek penilaian yang lain. Menurut Sa’dijah (2006) setidaknya ada 7 ciri soal pemahaman konsep. Ciri-ciri tersebut antara lain:

    1. menyatakan ulang sebuah konsep;
    2. mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya);
    3. memberi contoh dan non-contoh dari konsep;
    4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis;
    5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep;
    6. menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu;
    7. mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.